MENGETAHUI STANDAR PRODUKSI UNTUK EFISIENSI PETERNAKAN
AYAM PETELUR/ LAYER
Pengembangan usaha ternak layer
(ayam petelur) di Indonesia masih memiliki prospek yang bagus, terlebih lagi
konsumsi protein hewani masih kecil. Sesuai standar nasional, konsumsi protein
per hari per kapita ditetapkan 55 g yang terdiri dari 80% protein nabati dan
20% protein hewani (www.litbang.deptan.co.id). Hal itu berarti target konsumsi
protein hewani sekitar 11 g/hari/perkapita. Namun yang terjadi, konsumsi
protein hewani penduduk Indonesia baru memenuhi 4,7 g/hari/perkapita, jauh
lebih rendah dibanding Malaysia, Thailand dan Filipina.
Meningkatan konsumsi protein hewani
akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM sebuah bangsa. Pemenuhan
gizi ini, khususnya protein hewani salah satunya dapat diperoleh dari telur.
Berdasarkan data dari FAO (2010), jumlah konsumsi telur penduduk Indonesia 60
butir/orang/tahun. Konsumsi telur masyarakat Indonesia ini masih jauh di bawah
konsumsi telur Malaysia dan Thailand yang rata-rata konsumsi telurnya
masing-masing 305 dan 150 butir/orang/ tahun.
Namun jika kita telah terjun ke
investasi peternakan layer, sudah seharusnya kita perlu
mengevaluasi apakah usaha tersebut telah berhasil dan mampu memberikan
keuntungan secara optimal.
Parameter Keberhasilan Layer
Bukan perkara yang mudah untuk
mengetahui keberhasilan sebuah usaha layer. Sejumlah data dan
perhitungan diperlukan untuk menentukan tingkat keberhasilan. Keberhasilan
disini dibagi menjadi 2 aspek yaitu pencapaian produktivitas dan keuntungan
finansial.
- Pencapaian Produktivitas
Nilai standar produktivitas ayam
telah ditentukan oleh perusahaan pembibit (breeder). Standar tersebut
meliputi hen day, berat telur, lama produksi, konversi ransum,
kekebalan dan daya hidup serta pertumbuhan. Pencapaian performan tersebut
tergantung dari manajemen pemeliharaan yang diterapkan oleh masing-masing peternak.
›Hen Day (HD)
Hen day ialah persentase produksi telur yang dihasilkan oleh ayam
produktif per hari. Rata-rata produksi (HD) layer selama hidupnya ialah 80%
dengan HD mencapai puncak produksi pada angka 95% dan persistensi produksi
(lama bertahan dipuncak HD>90%) selama 23-24 minggu (rata-rata strain ayam
petelur).
›Feed Conversion Ratio (FCR)
Konversi ransum dalam farm layer
merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi ayam untuk menghasilkan sebutir telur.
Ayam yang baik akan mengkonsumsi sejumlah ransum lebih sedikit dibandingkan
telur yang dihasilkan. Idealnya satu kilogram ransum dapat menghasilkan satu
kilogram telur atau lebih. Namun sampai saat ini, hal itu belum pernah ada.
Nilai FCR untuklayer berkisar 2,1 – 2,3.
› Tingkat Kematian
(mortalitas)
Mortalitas ditentukan oleh banyak
faktor seperti kesalahan manajemen pemeliharaan dan infeksi bibit penyakit.
Untuk mencegah tingginya angka mortalitas, maka jalan keluarnya ialah
meminimalkan faktor penyebab mortalitas. Mortalitas akan mempengaruhi nilai penyusutan
ayam. Standar mortalitas layer selama masa grower 2-3%,
sedangkan pada masa produksi 4-7% (Lohman Management Guide, 2007)
- Aspek Keuntungan Finansial
Untuk mengetahui keuntungan atau
kerugian suatu usaha dari segi finansial, maka dilakukan analisis laporan
keuangan untuk mengetahui Break Even Point (BEP).
BEP adalah titik impas antara jumlah
biaya produksi (pengeluaran) dan tingkat harga pendapatan (pemasukan). Pada
saat mencapai BEP, peternak hanya memperoleh keuntungan = 0. Untuk mendapatkan
keuntungan maka harga jual telur harus di atas nilai titik impas tersebut.
Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah :
Keterangan :
R = harga ransum/kg
FCR = feed conversion ratio
EM = Egg Mass (kg telur
yang diproduksi selama 60 minggu)
HP = harga pullet atau
biaya pemeliharaan dari DOC-pullet
HAF = harga ayam afkir
BOVK = biaya obat, vaksin dan kimia
BO = biaya operasional
Selama ini tidak jarang dijumpai
peternak yang kurang tepat dalam menghitung keuntungan. Umumnya, mereka hanya
menghitung keuntungan dari selisih penjualan telur dengan biaya umum yang telah
dikeluarkan. Biaya umum tersebut hanya terdiri dari biaya ransum, tenaga kerja
dan biaya obat serta vaksin. Sebagai contoh : Hasil penjualan telur : Rp
20.000.000; Biaya pengeluaran (ransum, tenaga kerja dan obat-obatan) : Rp
17.000.000. Maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.000.000.
Metode perhitungan seperti di atas
masih kurang tepat karena sesungguhnya biaya yang dikeluarkan untuk produksi
bukan hanya terdiri dari biaya ransum, tenaga kerja dan obat-obatan saja, tapi
masih ditambah pula dengan biaya-biaya penyusutan dan biaya operasional
lainnya.
Mencapai Efisiensi Investasi dan
Keuntungan Finansial Melalui Komponen BEP
Kunci keberhasilan
pemeliharaan layer terletak pada pencapaian produksi telur yang
optimal dan efisiensi biaya. Efisiensi ini terkait dalam hal manajemen. Bukan
hanya manajemen pemeliharaan ternak, tapi juga manajemen dalam melihat peluang
pasar.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa analisis laporan keuangan yang menjadi patokan penentuan
untung dan rugi adalah nilai BEP. Sesungguhnya BEP dipengaruhi pula oleh
faktor-faktor biaya produksi yang terdiri dari biaya ransum, obat, vaksin dan
kimia (OVK), penyusutan ayam, penyusutan kandang dan biaya operasional. Suatu
farm akan dikatakan efisien jika memiliki nilai BEP seminimal mungkin. Berikut
akan coba dijabarkan mengenai komponen BEP untuk mencapai konsep efisien.
- Biaya penyusutan
Hal yang tidak kalah penting dalam
usaha farm layer ialah perhitungan biaya penyusutan dalam biaya
produksi. Kadangkala peternak lupa memasukkan biaya penyusutan ke dalam
perhitungan sehingga hasil perhitungan dengan laba yang diperoleh tidak sesuai.
Biaya penyusutan yang dimaksud meliputi penyusutan ayam, kandang dan peralatan
kandang.
› Penyusutan ayam
Pada usaha farm layer,
kita dapat memelihara ayam dari DOC sampai afkir atau memelihara dari pulletsampai
afkir. Bila memelihara dari pullet sampai afkir, maka yang
diperhitungkan adalah harga ayam ditambah biaya masa produksi. DOC atau ayam pullet
ini disebut bibit.
Untuk menghitung biaya produksi yang
dikeluarkan dari sektor bibit, tidak hanya jumlah seluruh modal untuk pembelian
bibit, tetapi juga harus diperhitungkan dengan nilai yang hilang (penyusutan
bibit/ ayam). Penyusutan ayam di sini bisa disebabkan oleh 2 hal yaitu
peningkatan umur dan mortalitas.
» Peningkatan umur berpengaruh
terhadap produksi
Ayam petelur mulai berproduksi umur
18 minggu. Produksi telur dimulai dengan produksi rendah kemudian meningkat dan
puncaknya pada umur 24-26 minggu. Setelah mengalami puncak produksi, maka
produksi akan turun perlahan-lahan. Ayam bisa berproduksi sampai tingkat
menguntungkan sampai umur 20 bulan. Jadi mulai awal produksi pada umur 5 bulan
dan berakhir pada umur 20 bulan berarti ayam hanya berproduksi efektif selama
15 bulan. Penyusutan harga ayam setiap bulan dihitung dengan rumus berikut :
Keterangan :
P2 : jumlah ayam pullet
HP : harga ayam pullet
atau biaya pemeliharaan dari DOC-pullet
AA : jumlah ayam afkir
HAA : harga ayam afkir
» Mortalitas
Mortalitas sangat berpengaruh
terhadap produksi telur (HD). Jika mortalitas tinggi maka jumlah ayam produktif
menurun dan HD pun akan ikut menurun. Akibatnya pendapatan dari hasil penjualan
telur juga menurun. Semakin tinggi mortalitas, nilai penyusutan ayam juga
semakin tinggi. Lakukan manajemen kesehatan, pemeliharaan dan biosecurity
yang ketat dan disiplin untuk meminimalkan mortalitas. Biaya penyusutan ayam
akibat mortalitas :
› Penyusutan kandang
Beban biaya penyusutan kandang,
tidak termasuk nilai lahan. Karena lahan nilainya tidak menyusut, malah akan
naik terus dari waktu ke waktu. Kandang dapat dibuat di tanah milik pribadi
atau menyewa. Kandang layerbisa terbuat dari bambu, kayu atau
kawat. Kandang bambu atau kayu lebih cocok untuk usaha peternakan skala kecil,
sementara kandang dari kawat lebih cocok untuk peternakan skala besar. Kandang
bambu/kayu, biaya investasinya rendah namun penyusutannya lebih cepat.
Sementara kandang kawat, investasinya tinggi namun penyusutannya juga lama. Sehingga
sebenarnya kandang kawat jatuhnya lebih murah dibandingkan dengan kandang
bambu. Lama ketahanan kandang selama 10 tahun. Penyusutan kandang dihitung
dengan rumus berikut :
Keterangan :
BK/SK : Biaya investasi bangunan
kandang / biaya sewa kandang
LKK/LSDK : Lama ketahanan atau lama sewa kandang
LKK/LSDK : Lama ketahanan atau lama sewa kandang
› Peralatan kandang
Peralatan kandang yang digunakan
meliputi pemanas Indukan Gas Medion (IGM), tempat ransum dan tempat
minum. Sama halnya dengan kandang, peralatan kandang juga mengalami penyusutan.
Perawatan peralatan secara rutin dapat membantu menekan biaya penyusutan. Cara
menghitung penyusutan peralatan kandang yaitu :
Keterangan :
Lama ketahanan peralatan kandang
rata-rata adalah selama 4 tahun
- Ransum
Ransum pada pemeliharaan layer
dikelompokkan berdasarkan periode pemeliharaannya yaitu masa starter,grower
dan layer (produksi). Ransum untuk layer dapat langsung
menggunakan pakan buatan pabrik atau melakukan pencampuran sendiri.
Porsi terbesar komponen pembentuk
harga pokok produksi telur adalah ransum yaitu kurang lebih 75%. Maka dari itu
segala daya upaya harus diusahakan agar bisa menghasilkan penghematan pemakaian
ransum tetapi tanpa mengorbankan sisi produktivitas. Dalam pembelian ransum,
yang sering diperhitungkan oleh peternak adalah pertimbangan masalah harga
ransum. Selisih sedikit saja, peternak bisa berganti merk. Penyebabnya adalah
besarnya biaya yang tersedot pada penyediaan ransum tersebut. Padahal, mahalnya
harga ransum bukanlah faktor terpenting. Yang terpenting adalah mutu ransum (feed
quality). Akan menjadi lebih buruk lagi jika ransum yang harganya relatif
murah tersebut ternyata banyak mengandung zat-zat racun makanan (feed toxin).
Bahkan pemberian ransum dengan kualitas lebih rendah dari standar pada
periode starter bisa mengakibatkan laju pertumbuhannya terhambat
dan akan berujung pada pencapaian berat yang lebih rendah dari perkiraan.
Peternak yang sudah berpengalaman
(memiliki dasar-dasar pengetahuan mengenai bahan pakan) sebaiknya dapat
menyusun ransum sendiri. Tujuannya adalah agar biaya ransum dapat dihemat,
sehingga keuntungan yang akan diperoleh juga meningkat. Selain itu, dengan
menyusun ransum sendiri, peternak dapat menentukan bahan-bahan apa saja yang
dibutuhkan dalam penyusunan dan lebih efesien karena bahan-bahan pakan cukup
tersedia di lingkungan farm. Cara perhitungan jumlah ransum yang dibutuhkan
oleh ayam setiap bulannya yaitu :
- Biaya kesehatan
Farm layer, memerlukan
obat-obatan (antibiotik, vitamin, anti parasit dan anti cacing), vaksin (vaksin
aktif dan vaksin inaktif) dan kimia (desinfektan dan insektisida) agar ayam
tetap sehat dan berproduksi secara optimal. Vaksinasi, pemberian obat-obatan,
vitamin, pemberantasan hama lalat dan kutu serta biosekuriti juga harus
diberikan secara berkala. Semua biaya itu dimasukkan ke dalan biaya OVK (obat,
vaksin dan kimia). Jika kejadian penyakit bisa dicegah, pengeluaran dari OVK
juga bisa ditekan.
- Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja meliputi gaji
pokok dan bonus. Pemberian bonus diperlukan sebagai sebuahreward (balas
jasa) atas kinerja yang optimal. Bila peternak menggunakan peralatan serba
otomatis pada farmnya, maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dan
biaya ini pun bisa ditekan. Dalam usaha budidaya skala kecil, penyerapan tenaga
kerja yang masih berasal dari sanak keluarga juga dapat menghemat tenaga buruh.
- Biaya lain-lain
Biaya ini termasuk pengeluaran biaya
rutin yang tidak bisa dimasukkan ke dalam pengeluaran yang telah disebutkan
sebelumnya, seperti : listrik, pemanas, litter, ongkos transportasi,
dll. Biaya tidak terduga seperti biaya sosial, kesehatan karyawan, keamanan,
kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja juga masuk dalam biaya lain-lain.
Setelah telur diproduksi, masih ada
biaya yang harus dikeluarkan untuk menjualnya walaupun dijual di tempat di
kandang atau gudang telur. Biaya-biaya itu meliputi telepon, listrik, susut
bobot, retak, pecah, upah tenaga kerja, kemasan (peti kayu, egg tray,
tali, label dan lain-lain), sehingga biaya ini pun masuk ke dalam biaya
lain-lain.
BEP merupakan bentuk pengeluaran
dalam usaha peternakan, sedangkan pemasukan terdiri dari :
- Penjualan telur
Informasi pasar selayaknya selalu
diketahui oleh peternak. Fluktuasi harga telur yang selalu terjadi membuat
peternak harus selalu melakukan pemantauan pasar. Produksi telur dari bulan ke
bulan tidak sama, karena itu untuk menghitung produksi telur (HD) setiap
bulannya dilakukan dengan mengkalkulasikan data produksi harian. Disinilah
pentingnya pencatatan ataurecording harian. Perlu juga kita
memprediksikan pendapatan dari penjualan telur berdasarkan data produksi
rata-rata bulanan dan harga rata-rata per bulan.
Keterangan :
RHD : Rata-rata Hen Day
(%)
A : Jumlah ayam
T : jumlah 1 kg telur (16 butir)
- Ayam afkir (sudah diperhitungkan dalam penyusutan bibit)
- Kotoran ayam
Kotoran ayam umumnya sampai 30
karung per bulan per 1000 ekor dan biasanya dijual untuk dijadikan pupuk
kandang. Penjualan kotoran kandang dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi
peternak
Simulasi Analisis Perhitungan
Investasi Layer
Perhitungan biaya pemeliharaan pullet
yang dipelihara sendiri (16 minggu/ 4 bulan) tercantum pada tabel 1 dengan
diketahui :
- Harga DOC layer : Rp 4.000/ekor
- Jumlah konsumsi layer fase starter selama 4 bulan : 5,48 kg/ekor
- Biaya investasi kandang postal untuk pemeliharaan fase starter dengan kapasitas 1000 ekor : Rp 12.000.000
- Biaya investasi peralatan kandang untuk kapasitas 1000 ekor : Rp 2.500.000
- Biaya kesehatan DOC-pullet :
- Rp 5.770,36/ekor
- Biaya tenaga kerja : Rp 400.000/bulan
- Biaya lain-lain : Rp 200.000/bulan
- Mortalitas pemeliharaan dari DOC-pullet : 2%
Berdasarkan data pada tabel 1, jika
mortalitas selama masa pemeliharaan starter sebesar 2%, maka
harga pulletyang dipelihara sendiri adalah :
= Total biaya pemeliharaan
DOC-pullet
Jumlah ayam
= Rp 35.246.693,33 = Rp
35.966,01
(1000-20)ekor
Ada selisih Rp 4.033,99 dari
harga pullet jadi/pullet pabrikan (Rp. 40.000,00/ ekor).
Perlu diketahui bahwa pullet
buatan sendiri lebih terjamin kualitasnya karena peternak bisa mengetahui
sejarah pemeliharaannya. Namun memerlukan waktu cukup lama untuk
pemeliharaannya.
Perhitungan biaya produksi
(pengeluaran) pemeliharaan fase grower/pullet-afkir)
tercantum pada tabel 2, dengan diketahui data pendukung :
- Mortalitas ayam fase grower-afkir 4%
- Lama pemeliharaan fase grower/pullet-afkir 15 bulan
- Jumlah konsumsi layer selama fase grower/pullet-afkir : 0,115 kg/ekor/hari
- Biaya kesehatan : Rp 1905/ekor
- Rincian pendapatan/pemasukan dari hasil produksi layer dapat dilihat pada tabel 3, dengan data pendukung :
- Rata-rata HD : 75%
- Harga telur/kg : Rp 12.500/kg
- Jumlah telur/kg : 16 butir
- Harga kotoran : Rp 3.500/karung
- Total kotoran : 30 karung
Dari data pada tabel 2 dan 3,
diperoleh keuntungan :
Jika memelihara dari DOC-afkir
sendiri = Rp 1.886.044,01
Jika memelihara dari pullet-afkir
= Rp 1.669.946,67
Keuntungan (laba) yang diperoleh
dari perhitungan masih termasuk laba kotor dan akan menghasilkan laba bersih
setelah dikurangi pajak. Nilai laba bersih berguna untuk mendapatkan nilai
profit margin, return of investment(ROI) dan return of
equity (ROE), dimana nilai-nilai tersebut nantinya akan dibandingkan dengan
nilai rata-rata farm layerdan nilai pada periode usaha tahun
sebelumnya. Dari perbandingan itulah, bisa dilihat apakah usaha layeryang
kita jalankan saat ini sudah efisien atau belum.
Dari hasil bahasan di atas dapat
kita ketahui bahwa untuk menganalisis biaya dan hasil usaha farm layer
tidak mudah. Peternak layer wajib punya catatan (recording)
produksi bukan yang harian (Hen Day) saja, tetapi harus lengkap
sampai recording per periode (Hen House). Hal yang juga
tidak boleh dilupakan ialah bahwa manajemen pemeliharaan yang baik juga
mempengaruhi keberhasilan usaha. Teruslah mengevalusi usaha peternakan yang
Anda jalankan dan pasang strategi-strategi baru untuk pengembangan usaha
tersebut. Salam sukses.
Sumber : Info Medion
Sumber : Info Medion